Untuk apa hidup ini?

 Untuk apakah hidup ini? 

Pernahkah terlintas di pikiran Anda, sebenarnya apa tujuan hidup ini? Apakah untuk mengumpulkan kekayaan? Apakah untuk mencapai kedudukan tinggi? Mencari ketenaran? Atau untuk bahagia? Ya, mungkin sebagian besar akan menjawab bahwa tujuan hidup kita adalah bahagia. Lantas, bahagia yang bagaimana? 

Kita seringkali menetapkan standar bahagia dengan kesuksesan, dan kita pun menetapkan kesuksesan dengan harta yang melimpah, kedudukan tinggi dan nama yang besar. Lantas, ketika anda tidak mendapatkan semua hal itu, atau paling tidak minimal salah satu saja, apakah artinya anda tidak bahagia? 

Jika anda berpikir bahwa uang adalah hal yang membuat anda bahagia dan anda berusaha keras memiliki banyak uang agar bahagia, agar anda bisa membeli apa saja termasuk kebahagiaan, mungkin anda bisa melakukannya. Namun ingatlah bahwa tidak semua hal yang ada di dunia ini mampu anda beli. Sebab, waktu yang anda habiskan dalam mencari uang, kebahagiaan sederhana tidak dapat anda rasakan karena pola pikir "uang yang bisa membuat bahagia" Lantas, apakah waktu yang anda gunakan untuk mencari uang bisa kembali lagi? 

Jika anda berpikir bahwa dengan kedudukan tinggi anda mampu melakukan apa saja dan anda berusaha mendapatkan kedudukan itu, mungkin anda bisa bahagia ketika mendapatkannya. Namun, jika anda tidak berhasil mendapatkan kedudukan tersebut, apakah anda bisa tetap merasa bahagia? 

Jika anda berpikir bahwa hidup anda digunakan untuk mencari ketenaran -- nama baik yang terkenal -- sehingga anda mau melakukan apa saja dan merelakan waktu anda untuk meraih hal itu, anda baru merasa bahagia. Anda merasa bahwa dengan ketenaran anda bisa bahagia karena dikenal banyak orang, anda dipuja-puja oleh khalayak ramai. Namun, jika anda tidak mendapatkan itu, apakah anda tetap merasa bahagia? Atau justru sebaliknya, anda terpuruk dan stres? 

Menentukan tujuan hidup tentu berbeda dengan menetapkan standar kesuksesan. Meskipun kebanyakan manusia menentukan tujuan hidupnya pada kesuksesan, sehingga banyak pula dari mereka menetapkan standar tersebut. Namun, ingatlah bahwa tujuan yang paling pasti dari hidup manusia adalah kematian. Mau sekaya apa pun anda, setinggi apa pun jabatan anda, dan setenar apa pun diri anda, pada akhirnya sirna oleh kematian. Oleh karena itu, penting hukumnya bagi manusia untuk menentukan ke mana hidup akan dibawa. 


6 Alasan Mengapa Hidup Kita Tidak Tenang

Mengapa Kita Tidak Pernah Hidup tenang dan Damai

Hidup tenang dan damai, ya, semua orang menginginkan hidup yang demikian. Namun, pada kenyataannya hidup yang kita jalani justru kebalik 180 derajat. Hidup yang kita jalani selalu saja dipenuhi prahara yang membuat pusing dan menyebalkan. Lantas, mengapa kita tidak bisa merasakan hidup tenang? Tentu banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti terlalu memaksakan diri untuk mengikuti tren dan gaya hidup, terlalu fokus menyenangkan banyak orang dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk menciptakan kedamaian dan ketenangan hidup, kita perlu mengenal lebih jauh tentang segala sesuatu yang membuat hidup kita gundah dan risau. 

1 .  Terlalu memaksakan mengikuti tren dan gengsi

Hidup yang kita pikir berat dan penuh tekanan sehingga membuat kita stres dan bahkan depresi bisa jadi karena kita terlalu mengikuti tren dan gengsi. Ya, tidak sedikit dari kita lebih mementingkan tren dan meninggikan gengsi. Misalnya, teman-teman kita menggunakan gawai tipe terbaru, atau tas brended, motor atau mobil keren dengan harga yang relatif mahal dan kita pun mengikutinya agar terlihat keren dan mampu, atau hanya sekadar menghindari celaan dan ejekan karena kita tidak bisa mengikuti mereka. Kita selalu berpikir bagaimana kita bisa mengikuti gaya pergaulan yang terjadi, meskipin keuangan kita bisa dibilang pas-pasan. Sadar atau tidak, perilaku kita yang demikian ini membuat kita stres karena harus mengikuti tren atau gengsi semata. Sehingga, hidup yang kita jalani terasa tidak tenang. 

2 . Berusaha mengikuti perkataan banyak orang

Menyenangkan orang lain memang perlu. Namun, kita juga harus bisa memilih cara mana agar orang lain senang dengan kita. Ingatkah kita dengan kisah ayah, anak dan keledai? Ya, dalam kisah tersebut, ada seorang ayah dan anaknya sedang menuntun keledai. Mereka melintas di suatu kelompok orang dan mereka ditertawakan. Sebab, salah seorang dari kelompok berkats kepada kelompoknya: "Lihat betapa bodohnya mereka, punya keledai tapi tidak ditunggangi," Mendengar perkataan itu, sang ayah dan anaknya pun menunggangi keledainya. Setelah berjalan cukup jauh, sang ayah dan anak yang menunggangi keledai itu kembali melewati kerumunan. Ada salah seorang dalam keramaian yang membicarakannya: "Lihat! Betapa kejam orang itu. Menunggangi keledai kecil. Sungguh kejam." Mendengar perkataan itu, sang ayah berpikir bahwa orang itu benar. Alhasil, ia pun turun dan tinggal anaknya yang menunggang keledai, sedang ia menuntunnya. Berapa lama, mereka kembali melintasi keramaian. Lagi-lagi salah seorang di keramaian berbisik satu sama lain: "Lihat! Kejam sekali anak itu membiarkan ayahnya kelelahan berjalan kaki menuntun keledai." Mendengar perkataan demikian, sang ayah bertukar tempat dengan anaknya. Kini, ia menunggang keledai sedang anaknya berjalan kaki. Mereka kembali melintasi kerumunan, lagi dan lagi, ada saja seorang yang berbisik dan mengatakan: "Kejam sekali bapak itu membiarkan anaknya berjalan kaki, sementara ia enak-enakan di atas keledai."

Dari kisah di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ketika kita mengikuti perkataan orang lain, maka yang ada dalam pikiran kita sama seperti kisah tersebut. Kita bisa bayangkan, betapa lelahnya jika kita harus mengikuti perkataan banyak orang yang tentunya berbeda-beda setiap perkataannya. Oleh karena itu, mengikuti keinginan dan perkataan orang banyak tidak akan menjadikan hidup damai, tetapi sebaliknya, melelahkan dan tidak pernah benar. 

3 . Suka berhutang

Hutang, adalah penyebab gangguan pikiran yang paling besar dan sering dijumpai. Bahkan, mungkin sekarang ini pun kita memilikinya. Lantas, apakah kita tidak boleh berhutang? Oke, calm down, kita sepakati bahwa hutang bukanlah hal yang haram dan melanggar hukum, tapi perlu diingat bahwa kunci hidup tenang adalah menghindari hutang. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk berhutang, melainkan bagaimana kita berusaha untuk tidak berhutang demi hal-hal yang tidak mendesak. Lain halnya jika kondisi kita sedang kekurangan dan kita terpaksa berhutang untuk menyambung hidup. Saya ingat banyak pengusaha yang mengatakan; Jika Anda ingin sukses, maka jauhi hutang! Ya, apalagi berhutang dengan bunga yang tidak sedikit. 

Mengapa kita harus menghindari hutang? Pertanyaan ini tentu tidak asing. Menghindari hutang adalah cara kita untuk bisa hidup tenang. Sebab, jika kita berutang, maka kiya harus siap berpikir dan berusaha untuk melunasinya. Entah harian atau bulanan, tentu kita harus memikirkan dan membayar tiap temponya. Lantas, apakah kita bisa hidup tenang, sedang pikiran kita terus bekerja untuk mencari cara bagaimana kita bisa membayar utang? 

4 . Memikirkan apapun yang belum tentu terjadi

Apakah Anda merasa bahwa Anda sulit mengendalikan pikiran, sehingga pikiran Anda menyebabkan anxiety? Ya, over thingking terhadap hidup hanya akan membuat diri Anda cemas dan risau. Terlebih ketika kita memikirkan hal-hal buruk akan terjadi dan itu seperti nyata. Orang mengatakan dengan istilah firasat buruk. Padahal, sesuatu yang kita sendiri pun belum tahu bahwa apa yang kita pikirkan belum tentu menjadi kenyataan. Lalu, apakah kita tidak boleh percaya pada firasat? Tentu tidak. Percaya pada firasat memang sah-sah saja, tapi bukan untuk ditakuti dan membuat cemas, melainkan agar kita bersiap pada setiap kemungkinan yang terjadi pada hidup, termasuk kemungkinan buruk. Firasat datang bukan sebagai suatu hal yang ditakuti, tetapi untuk mengingatkan bahwa kita perlu berhati-hati dan waspada. Selebihnya, kita hanya perlu menjalani hidup dengan pikiran dan kegiatan yang positif, agar apa yang kembali pada kita juga positif. 

5 . Menginginkan hidup yang sempurna

Ada sebuah kalimat menarik "Tidak ada hidup yang sempurna. Sebab, semua diciptakan untuk saling menyempurnakan". Ya, merujuk pada kalimat terrsebut kita sadar bahwa semua yang ada di dunia ini diciptakan tidak sempurna, karena pada dasarnya dunia ini tercipta dari kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu, orang yang merasa ingin sempurna tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan. Jika kita tetap ngotot ingin menjadi sempurna, maka yang kita dapat adalah ketidakpuasan dan kekhawatiran tentang alur hidup. Bagaimana kalau hidupku tidak sesuai ekspektasi? Begitulau pikiran kita bermain, sehingga kita selalu berpikir tentang cara hidup yang sempurna. 

6 . Senang Berbohong

Sumber ketenangan adalah kejujuran. Sebab, dengan kejujuran kita tidak perlu bersusah-payah mencari pembenaran atas kebohongan yang kita lakukan. Ya, jika kita berbohong, tentu kita akan berusaha mencari beribu-ribu alasan untuk membenarkan kebohongan yang kita lakukan. Selain itu, kita juga akan dihantui oleh ketakutan akan terbongkarnya kebohongan tersebut. Seperti pepatah mengatakan "sepandai apa pun kamu menyembunyikan bangkai, lambat laun akan tercium juga bangkainya". Artinya, sepandai apa pun kita menutupi kebohongan dengan kebohongan-kebohongan lain, maka kebenarannya akan terungkap dengan sendirinya. Oleh karena itu, ketika kita merasa bahwa hidup kita tidak tenang dan damai, maka berintrospeksi diri; apakah kita melakukan kebohongan? Jika benar adanya, maka ungkaplah kebohongan itu dengan sejujur-jujurnya. Kita harus siap menerima segala risiko, demi keberlangsungan hidup yang tenang dikemudian hari. 

Oke bestie... Itulah alasan mengapa hidup kita terasa tidak tenang dan damai. Semoga, kita bisa melewati kerisauan dan kegelisahan dalam hidup, agar kita bisa menikmati hidup dengan aman, damai dan tenang. 


Baca juga: Baca ini ketika kamu hopeless

Mengenal Diri Sendiri - Yazid Attafsir

Mengenal Diri Sendiri



Mengapa mengenali diri sendiri itu penting? 

Anda mungkin bertanya, seberapa pentingkah mengenal diri sendiri? Ya, pertanyaan semacam ini kerap terlontar pada diri individu. Baiklah, ada sebuah pepatah dari seorang ilmuwan sekaligus seorang filsuf dunia yang bernama Socrates berkata; jika kita ingin mengubah diri sendiri, maka kita harus mengenal diri kita terlebih dulu. Apa maksudnya? Baiklah, jika Anda menginginkan sebuah perubahan dalam hidup, maka langkah yang pertama adalah berusaha mengenali diri sendiri. Sebab, dengan Anda mengenal diri (kondisi, kepribadian dan segala yang melekat dalam diri Anda), maka akan memudahkan Anda dalam melakukan perubahan hidup Anda. 

Beberapa langkah yang dapat Anda lakukan sebagai proses mengenali diri sendiri sebagai berikut. 

1  Mengenal Kepribadian diri

Langkah yang paling mudah dan paling dekat dalam proses mengenal diri sendiri ialah dengan mengenali kepribadian diri sendiri. Ya, kepribadian merupakan suatu sikap dan sifat yang terbentuk secara alamiah berdasarkan pengalaman dan pola asuh. Kepribadian juga berpengaruh besar pada perilaku dan sikap Anda terhadap apa yang terjadi dalam hidup Anda. Jika Anda adalah orang yang berkepribadian baik, maka perilaku dan sikap yang Anda berikan kepada orang dan lingkungan Anda pun baik. Sebaliknya, jika kepribadian Anda buruk, maka perilaku dan sikap Anda kepada orang atau lingkungan sekitar akan buruk. Oleh karena itu, mengenal kepribadian merupakan langkah awal dan penting agar Anda dapat mengenali diri sendiri. 

2  Mendeskripsikan kelebihan yang Anda miliki

Kelebihan masing-masing manusia tentu berbeda. Oleh sebab itu, untuk mengenal siapa diri Anda ialah dengan menggali dan mendeskripsikan kelebihan seperti apa yang ada pada diri Anda. Jika Anda berhasil mendeskripsikan kelebihan diri, maka Anda dapat memaksimalkannya untuk melakukan perubahan dalam hidup Anda. 

3  Mendeskripsikan kekurangan diri Anda

Ya, kelebihan diri mungkin dapat diterima dengan mudah oleh diri sendiri maupun orang lain. Namun, acapkali kita menolak pada kekurangan diri sendiri. Ya, kita sering berpikir bahwa diri kita paling sempurna, sehingga kita merasa tidak ada kekurangan dalam diri kita. Oleh karena itu, Anda tidak boleh mengingkari atau menolak bahwa diri Anda tidaklah sesempurna itu. Ada kekurangan yang perlu Anda terima dan akui. Ini bertujuan agar Anda dapat menutupi dan melengkapi kekurangan tersebut dengan kelebihan yang dimiliki. Atau, kalau bisa, Anda justru mengubah kelemahan itu menjadi kelebihan. Saya teringat sebuah pepatah yang berbunyi, "Kelemahanmu ada pada kekuatanmu. Jika kekuatanmu dipatahkan, maka kamu tidak akan bisa melawan,"

4  Menyadari lingkungan

Seperti yang sudah disinggung di atas, lingkungan merupakan faktor pembentuk kepribadian. Jika Anda sadar bagaimana situasi lingkungan Anda, maka Anda akan menyadari seperti apa Anda menyikapinya. Sadar akan lingkungan Anda berada artinya Anda harus bisa memposisikan diri dan tidakan sesuai dengan lingkungan tersebut. Jika Anda berada di lingkungan yang baik, maka Anda mengimbanginya dengan berperilaku lebih baik. Jika Anda berada lingkungan yang buruk, maka Anda harus bisa mengimbangi dan mengubah lingkungan tersebut menjadi sedikit lebih baik. 


Mencari ide kreatif dalam menulis - yazid attafsir

Mencari ide menulis yang kreatif dan keren

Dalam mencari ide,kerapkali kita kesulitan untuk menemukan ide yang kreatif dan keren ini. Bahkan, setiap ada ide itu muncul, kita menganggapnya sebagai ide biasa saja. Sebenarnya, bagaimana sih ide yang kreatif dan keren itu?

Di dunia ini tidak ada ide/gagasan yang tidak kreatif dan keren. Namun, sifat perfeksionisme dalam diri penulis memengaruhi cara berpikir dalam menentukan gagasan dalam tulisannya. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan dalam menentukan/menemukan gagasan dalam tulisan. 

a.Membaca karya orang lain

Seorang penulis hendaknya memiliki sifat rajin membaca. Sebab, dengan membaca, kita memperoleh banyak pengetahuan. Pada proses membaca ini pula, terkadang kita akan menemukan ide pokok untuk menulis. Oleh itu, membaca dengan pemahaman perlu dilakukan bagi seorang penulis.

b.Beda dari yang lain

Bagi kita yang gemar membaca dan mengamati buku, kerapkali kita menemukan kekurangan dalam buku yang kita baca tersebut. Kekurangan itu, dapat kita jadikan tema atau gagasan/ide dalam menulis. Tentunya, ini akan membuat karya kita berbeda, walau karya serupa telah ada lebih dulu.

Misalnya, buku budaya memang banyak dijual di pasaran. Namun, budaya dari lingkungan penulis/kita belum ada. Nah, ini bisa dijadikan ide dalam menulis, baik cerpen, puisi, karya ilmiah, novel, dan lainnya.

Contoh lain, berbicara tentang cinta. Biasanya karya-karya yang pernah ditulis selalu membicarakan cinta kepada lawan jenis saja. Oleh itu, buatlah perbedaan dengan membahas cinta kepada teman, sahabat, keluarga, atau bahkan pada hewan peliharaan, maupun hewan liar, dan tumbuhan. Ini bisa menjadi pembeda antara karya kita dengan karya lainnya.

Selain itu, ada beberapa penulis yang menceritakan kisah pelacur, pekerja karaoke, kehidupan kelam dunia malam, kejahatan, dsb dari sudut pandang buruknya saja. Namun, sangat jarang yang membahas mengenai sisi kehidupan di balik kelamnya dunia mereka. Oleh itu, mencoba melihat dari sudut pandang sebab terjadinya kejahatan, sisi kehidupan normal dunia malam, atau penyebab seseorang melakukan semua itu demi kelangsungan hidup. Bila perlu dalam membahas hal ini,kita dapat memberi solusi terhadap permasalahan yang ada dalam cerita. Ingat, bila kita ingin menulis/menceritakan sisi lain dari kejahatan, pelacuran, dan kehidupan malam, jangan sampai kita nengarahkan pembaca untuk melakukannya.

c.Dekat dengan lingkungan/berdasarkan pengamatan

Ide menulis ini sebenarnya dekat dengan kita. Namun, kita sering mengabaikannya. Sebab, ketika kita sedang melamun, atau berdiam diri, tibatiba merasa mendapat ide menulis, dan kita mengabaikannya dengan tidak menulis ide tersebut ke dalam catatan kecil. Alhasil, ketika kita ingin memulai menulis dengan ide tersebut, kita justru lupa. Oleh karena itu, tulislah ide apa pun ke dalam buku catatan, dan kembangkan menjadi kerangka karangan. Selain itu, lakukanlah pengamatan terhadap lingkungan mengenai fenomena hangat, atau hal sederhana yang terjadi di lingkungan. Misal, melihat dua teman/keluarga/siapapun yang ada di sekitar yang sedang berdebat. Ini bisa menjadi ide dalam menulis, yakni toleransi. Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman baik maupun pengalaman yang paling buruk sekalipun. Atau bisa juga menceritakan tentang pengalaman memalukan, atau pengalaman konyol, seperti tersesat di lingkungan sendiri, dsb. 

Untuk apa hidup ini?

 Untuk apakah hidup ini?  Pernahkah terlintas di pikiran Anda, sebenarnya apa tujuan hidup ini? Apakah untuk mengumpulkan kekayaan? Apakah u...